Dimensi

Ada perasaan sentimentil yang mengendap beberapa malam belakangan.
Ketakutan, gelisah, sedih, kacau, merindu, khawatir, penyesalan, segala harap dan kenangan, seolah berlomba berada di pikiran.

Mereka berkata ini adalah wajar, sebuah sindrom yang menyerang di usia peralihan seperti ini.
Mereka berkata menjadi dewasa adalah perjalanan yang melelahkan.
Mereka berkata tidak ada pilihan lain selain melawan dan bertahan sekuat tenaga.

Sampai ku dapati diri terbangun di sebuah malam. Dalam sepetak ruang yang tak asing, menyisir gelisah sisa semalam yang tak kunjung selesai.

Kubirkan ia tetap terjaga.

Setelah tiba-tiba tubuhku seperti ditarik pada sebuah ruang kosong, gelap, sunyi. Tidak terdengar suara apapun, tidak tampak siapapun.

Seolah tubuh ini terus didorong maju. Pikiran ini sadar, tapi tubuh tak mampu bertindak banyak.
Semakin dalam, semakin terasa ruang sesak, dalam pekat tanpa ujung.

Pikiranku sadar, dan mampu bertanya tanya kemana aku dibawanya ?

Setelah tiba-tiba angin dingin menyerang tubuh ini. Dingin yang membuat pilu hati, sepilu-pilunya. Membuat kaku sekujur tubuhku.

Pilu. Menyakitkan. Beberapa kecewa melintasi pikiran, melesat seperti kilat. Tak bermuara darimana seolah menampar ketegaran yang susah payah dibangun selama ini.

Setelah tiba-tiba tubuh ini jatuh tersungkur. Sesak di dada dengan nafas tak terkendali. Beberapa harapan yang dirasa sulit terwujud terlempar satu per satu, mengolok-olok ekspektasi payah yang dirancang sendiri.

Setelah tiba-tiba terasa semakin sesak.

Rasa benci itu hadir. Amarah yang sudah kukubur menyeruak. Merusak pintu maaf yang berdiri diatas rasa sabar dan ikhlas yang selama ini berhasil kupaksakan.

Sketsa wajah-wajah manusia pembenci tanpa maaf kembali hadir tanpa alasan.

Ilusi hati penuh dengki menggerakkan pertahanan.

Kenangan pilu masa lalu berkeliaran, tawa itu berubah menjijikan.

Semakin cepat, semua kenangan itu melesat tanpa permisi.

—–
Setelah semua hening jadinya,
—–

Setelah beberapa saat kudapati diri tersungkur dalam sujud dan air mata.

Seketika itu hening dalam gelap, mulai tenang, dan semakin tenang.

Telah kutumpahkan semua yang tak dapat di ungkapkan.
Telah kutumpahkan semua kesal sebelum akhirnya dapat kembali ku kendalikan.

Lalu kemudian,

Ketenangan ini terasa mahal.
Kegelapan ini tak lagi menakutkan, ia menyelimuti kecemasan yang meradang.
Dingin ini menjadi dekapan terbaik yang menjanjikan bahwa semua hal ada jalan keluar.

Tubuhku bereaksi. Jika diperkenankan, aku hanya ingin di sini, terus di sini.

Aku menyebutnya Dimensi.
Mungkin kalian memiliki lain arti,
Seperti sepertiga malam hari ini.

Dimensi

Kecewa

Kepada hidup yang selalu misterius, aku sudah kecewa serius.

Menyangkal banyak hal. Uring-uringan tidak karuan. Sulit membedakan mana yang benar dan mana yang tidak seharusnya.

Sampai kemudian paham.

Kita butuh berteman baik dengan kekecewaan.

Dengannya aku menjadi belajar untuk membuat ruang, kepada harapan dan kenyataan agar seimbang.

Kecewa

Rasa

Satu pekan menuju Ramadhan. Tahun kedua yang inshaAllah akan aku lalui kembali di tempatku saat ini.

Tempat berproses yang memberikan banyak pelajaran tentang cara terbaik dalam bertahan.

Bertahan dalam segala rasa yang hadir pada abu-abu sandiwara kehidupan, pada seorang buruh corporate yang ingin terus belajar, hahaha

rasa bimbang atas banyak pilihan yang harus segera diputuskan,

rasa rindu yang tak pernah tampias,

rasa sepi yang lekat meski dalam lalu lalang keramaian,

rasa bosan yang tak bersekat,

rasa kecewa yang mampir menghancurkan,

rasa-rasa yang sempat singgah, begitu saja ~

dan,

Rasa syukur yang tak akan pernah bisa membayar semua yang telah aku dapatkan sampai hari ini.

Tiadalah selain Dia yang memiliki Kuasa atas segala sesuatu.

Segala perasaan itu kemudian luruh, ketika aku berfikir tentang segala proses yang telah aku lalui. Ternyata selama ini aku lalai atas segala kemudahanNya yang tak pernah ku lihat, namun melulu mengeluhkan yang tidak aku miliki.

Hingga aku berhasil hempaskan semua ambisi dan belajar untuk merasa cukup.

Seketika itu perjalanan ini terasa lebih mudah, lebih berwarna.

Pencapaian terbaik tentang menghidupi kehidupan, adalah hal terbaik yang pernah aku rasakan seumur hidupku.

Serta, tentang pelajaran berharga atas rasa kecewa yang pada akhirnya menyelamatkanku dari lingkungan yang tidak seharusnya ~

Ah, Terimakasih.

Rasanya menjadi manusia adalah hal yang paling menyenangkan.

Segala proses dari kita lahir hingga sampai pada titik ini perlu kita beri penghargaan. Penghargaan atas diri ini yang tetap bertahan.

~Ramadhan tahun ini akan banyak harap yang dipanjatkan, semoga saja ada kesempatan~

– Senja Blok M, Jakarta –

Rasa

Jeda

Minggu ke-dua Januari 2019.

Kali ini, rasanya akhir pekan cepat sekali tiba.

Sebuah waktu jeda yang dirindukan banyak manusia. Merancang cerita dalam balut rasa bahagia. Mengendurkan urat kepala yang dipaksa bekerja lima hari lamanya. Berkumpul bersama orang tercinta, berwisata, atau di beranda rumah saja, mengisi ruang hampa di dada.

Seolah mengisi rongga nyaris runtuh, agar kembali utuh. 

Termasuk aku. 

Untuk ukuran anak rantau yang jauh dari keluarga, pilihan pertemuan ada dua. Pergi dengan teman lama atau berdiam saja.

Sedari pagi bertanya, enak nya kemana yaaa ?

Kali ini aku memilih diam saja. Alhasil, pikiran kembali pada banyak perkara.

Heran. Kadang aku berfikir kenapa aku menjadi manusia yang amat perasa ? Sampai sering aku menyalahkan hidupku yang penuh drama.

Sering pula hatiku berteriak karenanya,

Hey ! Bukankah kamu sendiri

yang menciptakan banyak drama ?

Bukannya, Jika drama itu berakhir pada rasa benci, artinya kamu sedang mencaci dirimu sendiri ? Mengarahkan sugesti pada ego tinggi yang merepotkan diri sendiri ?

Bukannya, Jika drama itu endingnya happy, artinya kamu berhasil menyelamatkan diri dari sugesti payah yang kamu buat sendiri ?

Yayaya. ini kan memang perihal suara hati saja. Kamu sendiri yang paling pandai mengendalikannya.

Atau mungkin, kamu sedang butuh jeda, saja.

Jeda

#Spekulasi

source : reverbnation.com

Beberapa hari ini aku hanya berdiam diri. Rasa-rasanya aku terlalu banyak bertingkah. Tingkah yang selalu dianggap salah #spekulasi.

Semakin usia bertambah, teman menjadi cukup berkurang. Sekalinya datang, ia curang #spekulasi.

Dari setiap kejadian yang datang, aku menjadi paham. Sepertinya tidak perlu baik kepada semua orang. Yakin sekali kamu menyelamatkan orang padahal diri kamu sendiri setengah tenggelam #spekulasi.

Ketika satu luka mereka sayatkan. Perih sekali. Tapi aku berusaha mengerti, pasti itu bukan maksut hati. Hanya sebuah #spekulasi.

Aku tidak berniat membenci. Maaf sudah ku haturkan, merendahkan diri untuk memulai lagi semuanya dari awal. Memahami dan melakukan apapun dengan hati-hati agar tidak terulang kembali. Tapi nyatanya, aku salah (lagi) #spekulasi.

Kemudian aku berfikir, kenapa di usia dengan konsep pemikiran yang lumayan matang seperti ini harus dihadapkan dengan urusan kekanak-kanakan macam ini ? Membuat aku harus beralasan untuk menjaga banyak perasaan ? Lalu nyatanya, beralasan apapun tak memberikan ruang di hati dingin mereka #spekulasi

Aku nikmati permainan ini, segala sindiran dan caci maki, sampai aku tidak mampu lagi mentolerir.
Pun sama halnya aku hanya seorang manusia. Kenapa mereka begitu tega ? Menyentuh hal yang tidak seharusnya ? Mencari tau hingga memaksa masuk dalam ranah yang tidak seharusnya ? Memakan mentah mentah segala informasi yang tak terkonfirmasi ? Aku tau aku hanya ber- #spekulasi.

Begitupun mereka dalam #spekulasi yang di amini dengan emosi.
Tanpa pemikiran jernih didalam hati. Menunggang nama pertemanan dalam menyerang aku yang seorang diri.

Kenapa tidak hadapi sendiri saja, lalu selesai?

Bukan menyeret mereka untuk terlibat, agar kamu benar-benar selesai.

Selesai dalam #spekulasi.

#Spekulasi

Kembali

Ku telusuri perjalanan pulang lepas senja, di kota sesak yang bernama Jakarta.

Tak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa aku telah memetik satu asa.
Asa yang ku balut dalam keberanian sejak dulu,
ketika jiwa muda terbang mengudara.

Langkah demi langkah ku pacu dengan gagahnya.
Menerjang aral hidup yang kadang tak memberi ruang pada logika manusia, untuk menjadi manusia yang sebenarnya manusia.

Kupercepat langkah, sekuat tenaga.

Hingga ku tau, di ujung waktu, kemanapun kisah suka dan luka di adu, langkah ini akan tetap kembali pada megahnya beranda rumahku.

Dimana ku temui syahdu dalam dongengan ayah dan hangat dekapan seorang ibu.

 

Kembali

Lama.

Violaa !

Hampir setahun.

Banyak hal terjadi.

Suka dan Duka.

Cukup lama tangan ini memangku dagu, tidak menulis dan bertukar argu, yah maaf.
Kehidupan baru yang lumayan membuat seorang seperti aku cukup kesulitan dalam beradaptasi. Bagaimana tidak ?

Lingkungan baru yang padat tanpa kedamaian, begitu kira-kira.
Pun, langit yang tidak tampak apa warna dan rasanya, kelabu, selalu.

Lama.

Duh, Ibu

Suatu hari di ATM, niat hati ingin ambil uang terakhir karena tagihan air bengkak gara-gara pipa bocor tengah malam dua hari lalu. Pff

Sampai ATM, cek saldo (padahal tau kalo saldonya segitu-gitu aja). Kaget, karena yang tampil di layar monitor digit nominalnya bertambah. Bingung, saya sampai mikir ada tersangka KPK salah kirim ke rekening saya. Saya juga berfikir haruskah saya menggunakan uang itu ? HAHAHA

Dua hari kemudian coba nanya ke ibu ‘ Ibu kirim uang ke rekening ita? ‘ . Ibu senyum-senyum sambil bilang ‘ Katanya mau ke Surabaya,’ *meh. nangis deh. Ibu selalu gitu, main rahasia-rahasiaan.

Kalo dulu jaman kuliah sih, dikirim uang biasa aja. Sekarang, di saat seharusnya kirim uang ke orang tua, karena sudah lama gak minta uang orang tua juga, ketika tau ibu kirim uang di saat tabungan kering karena banyak keperluan penting (belum bisa foya-foya), ini menjadi momen langka dan mengharukan.

πŸ™‚ Begitulah Allah memberi cerita, Alhamdulillah diberi kesempatan memiliki ibu yang cantik dan baik hati ~

Duh, Ibu

#Evadir Mei (Terjebak Nostalgia)

Maaf, untuk evadir April saya skip dulu yaa. Terlalu lembek kalau saya cerita. Semua tentang bertahan dalam kegagalan yang agak bertubi datang. Saya kembali berada di batas limit, lalu cari kesibukan, membunuh waktu sampai tiba-tiba udah akhir Mei aja, move on butuh waktu emang, hahaha. So, daripada menebar kesedihan mending saya ajak kalian nostalgia.


Marhaban yaa ramadhan ~

Alhamdulillah, Ramadhan Kareem datang di penghujung Mei. Bulan dimana segala kebaikan dilipat gandakan pahalanya. Bukan sekedar menahan lapar dan dahaga, tapi juga hawa nafsu, kebencian, dan hal-hal yang tidak diperbolehkan lainnya. Cuma sebulan, sebelum jiwa dan raga ini kembali dalam keadaan yang fitrah (re:suci). Miliar-an muslim berdoa. Pun dengan saya, doa dan harapan akan hajat duniawi juga akhir berkumpul dengan miliar-an doa lainnya di langit Ramadhan. Maha Besar Allah, Ialah dzat yang Maha Mendengar atas miliaran doa dalam satu waktu.

Satu Tahun Lalu.

Pernah gak sih kalian kaya ngebayangin ramadhan tahun lalu dimana, terus dimana tahun lalunya lagi, dst? Kalo enggak, yauda ~Β  Saya masih berjibaku dengan deadline Tugas Akhir di Surabaya, tahun lalu. Walaupun agak selaw, karena TA kedua, tapi tetep aja rasanya sama, mumet.

Menghabiskan Ramadhan dengan anak-anak kos emang susah dilupakan. 24/7 x 5 tahun bersama sih yaa. Keinget sulitnyaa bangunin mereka sahur, rebutan tempat kalau teraweh, ke pasar bunderan ITS setiap abis ashar, beli jajan gak penting kaya telur gulung, es blewah, pentol upin-ipin. hahaha bocah banget. Ada nih kalo ada yang berantem, teraweh sebelahan aja pada ogah. hahaha. Begitulah cara kita mengurung rindu, sampai akhirnya satu per satu pamitan pulang kampung.

Ramadhan kemarin kami merayakan kelulusan sidang. Harap cemas nunggu salah satu dari kami keluar ruangan, bawa balon, kembang, tulisan, mahkota, apa aja yang gak jelas, tapi penuh arti, haha. Berpelukan haru atas dua hal, bangga dan kehilangan.

Maka, itu adalah syukur saya yang paling besar memiliki keluarga seperti mereka lima tahun di tanah perantauan. Sederhana dan apa adanya aja. Kalo ada cafe baru buka tapi gak punya duit, yaa tetep berangkat beli dua porsi untuk berdelapan, wkwk. Doyan beli barang murah tapi bagus, doyan nge-mall tapi beli gurin (doang), doyan travelling tapi nabung dulu berbulan-bulan. Hebatnya, mereka tidak pernah ikut campur urusan pribadi satu sama lain. Kita sama-sama paham semua orang punya masalah yang tidak harus semuanya tau. Kalo ada masalah dan butuh didengar, yaa cerita aja, mereka semua pendengar yang baik. as simple as that ~

Dua Tahun Lalu.

Dua tahun lalu separuh Ramadhan habis di metromini, haha. Cuma weekend doang bisa merasakan buka puasa sambil duduk depannya ada meja plus makanan. huhu. Ibukota cuy!

Jadi ceritanya masih kerja praktek gitu di Bank Indonesia (BI). Belagak orang kantoran ibu kota gitu deh, berangkat ketika matahari belum terbit dan pulang ketika matahari sudah terbenam. Sebulan tuh kaya gitu. Menempuh perjalanan dari mess (numpang mess alumni) ke kantor kalo normal 45 menit lah, tapi tau sendiri Jakarta. Pulang jam 5 sore sampe mess jam 8 malem, trus masak dulu, makan, mandi, ibadah teraweh yang gak pernah bisa jamaah, tidur jam 12, bangun jam 3, masak, sahur, mandi, berangkat. Pff. Itu udah kaya otomatis gitu lo. Weekend kalo gak jalan, yaa ke pasar. Kita meminimalisir jajan, selain gak sempet, juga uang saku kita gak cukup, hahahaha.

Semua berjalan dengan seru kalo mengingat perjuangan bisa Kerja Praktek (KP) disana sih.

2013, ketika saya berangkat ke Jakarta untuk pertemuan Womenpreneur Summit, saya ketemu senior favorit saya di stasiun Pasar Senen, Kak Cenil namanya. Kebetulan dia mau berangkat KP di BI. Ngobrolah kami panjang lebar kali tinggi, yah namanya juga idola, sejak saat itu saya berniat untuk bisa kp juga disana, entah kenapa ~

Singkat cerita, dengan modal proposal doang, berangkatlah saya ke Jakarta. NEKAT. Ambil keberangkatan paling malam, nyampe dini hari, sempet tidur di emperan pasar senen dan diusir security, hahaha. Lepas subuh mandi di toilet pasar senen, dan berangkatlah saya ke BI naik bajaj. Asli gatau jalan, cuma dikasih pesan untuk tidak naik apapun dari dalam stasiun. OKlaa.

Sampai di BI, melewati beberapa kali metal detector, sambil tanya-tanya, hingga sampai dilantai 7 bagian sumber daya, ketemu ibu Tita. Melihat wajah lusuh kita, ibu itu malah ceramah cuy, mending kalo kasih kita harapan supaya bisa KP disana, ini enggak, setengah ngomel laah, kalo prosedurnya harus email dulu bla bla bla. Kalo dipikir-pikir emang kita nih nekat banget, bahkan kita gak punya backing-an siapa-siapa. Tapi saya kekeh waktu itu untuk gak pulang sebelum ada hasil. Yang ada dipikiran saya waktu itu adalah pergi langsung ke Departemen Statistik untuk minta tolong siapa aja. hahahahaha.

Rencana Allah memang gak ada yang pernah tau, sesaat sebelum kita terusir, datanglah anak magang dari Undip yang mau nganter laporan magang dia sebagai tanda kalau sudah selesai magang. Seketika itulah bu Tita berubah pikiran dan bilang kalau kita di minta ke Departemen Statistik untuk nanya bolehkah kita mengganti anak undip itu tadi.

Singkat cerita, muter-muter gedung lapis marmer itu, ketemu ibu Endah Pranowo, masih dengan wajah lusuh, bawa map doang, ransel dititip security, tetep aja kita belum dapet jawaban, disuruh nunggu dua minggu via email. Baiklah. Setidaknya, feeling saya baik.

Karena tiket pulang baru besoknya, saya memutuskan menghubungi temen les waktu di Pare untuk numpang nginep, sedihnya rumah dia di Tangsel, jauh banged :’) . Singkat cerita, kami pulang esokannya, dan dua minggu kemudian sampailah kabar gembira itu. Hehehehehehehe, Alhamdulillah ~

Tahun ini.

Alhamdulillah, inshaAllah tahun ini bisa sebulan penuh dengan keluarga yang full team. Waktu ibadah juga lebih banyak. Terlepas dari kegaduhan urusan rumah tangga, haha. Percaya aja kalo Allah is the best planner, one and only ~

Saya gak pernah tau dimana saya esok. dua hari lagi, ramadhan tahun depan, dan seterusnya selama ruh masih melekat dalam raga, yang jelas, semua adalah perjalanan yang harus dinikmati. Jatuh yaa bangkit lagi, Jatuh lagi yaa bangkit lagi, Jatuh yaa bangkit lagi, karena waktu tidak akan pernah kembali πŸ™‚

Anw, Selamat Puasa ! Semoga Ramadhan tahun ini seluruh amalan kita di terima Allah, dan diijabah sebagai RidhoNya yaa πŸ™‚

Ps. mau nyisipin foto foto cuma laptop lagi rusak πŸ™ soon lah ya !

#Evadir Mei (Terjebak Nostalgia)

#Playlist Thinkin’ Out Loud – Ed Sheeran

Lyric :

When your legs don’t work like they used to before
And I can’t sweep you off of your feet
Will your mouth still remember the taste of my love?
Will your eyes still smile from your cheeks?

And, darling, I will be loving you ’til we’re 70
And, baby, my heart could still fall as hard at 23
And I’m thinking ’bout how people fall in love in mysterious ways
Maybe just the touch of a hand
Well, meβ€”I fall in love with you every single day
And I just wanna tell you I am

So, honey, now
Take me into your loving arms
Kiss me under the light of a thousand stars
Place your head on my beating heart
I’m thinking out loud
Maybe we found love right where we are

When my hair’s all but gone and my memory fades
And the crowds don’t remember my name
When my hands don’t play the strings the same way (mmm…)
I know you will still love me the same

‘Cause, honey, your soul could never grow old, it’s evergreen
And, baby, your smile’s forever in my mind and memory
I’m thinking ’bout how people fall in love in mysterious ways
Maybe it’s all part of a plan
Well, I’ll just keep on making the same mistakes
Hoping that you’ll understand

That, baby, now
Take me into your loving arms
Kiss me under the light of a thousand stars
Place your head on my beating heart
Thinking out loud
Maybe we found love right where we are (oh, oh)

La, la, la, la, la, la, la, la, lo-ud


Edan. Hidupku galau aja ya kerjaannya. hahaha, 
ntar kalau sadar alay, beberapa tulisan akan saya hapus deh, huehue

Btw. Ini bukan lagu baru sih, tapi gak lawas-lawas banget juga. Lagi nyetir, tiba-tiba playlist di radio muter ni lagu, trus kepala tiba-tiba kaya layar TV, flashback satu dua cerita dengan latar lagu ini, pernah gak sih kalian kaya gitu ? hahaha.

Surabaya, 30 Agustus 2015. PH Kominfun dalam perjalanan ke Bandara Juanda minus Mr. Ciput.

Kebetulan lagu ini sedang booming waktu itu. Perjalanan ITS – Bandara lumayan jauh, ada 30 menit kalo naik mobil. Tujuannya adalah melepas salah satu diantara kita berdelapan yang mau exchange ke Turki, Shatila Algaf :’) – anak internationalee ~

Lalu, dalam perjalanan, kita agak galau, aku sih lebih tepatnya. Kaya di tembak peluru satu per satu, waktu terasa berhenti, tubuh pun membeku, hahaha

Malam itu, Nyunski laalala (perempuan zupers) kasih kabar kalau dia bakal bertolak ke Jakarta karena keterima kerja disana. Edan ! Wisuda aja belom btw dia. Alhamdulillah, bangga ! :’) Rasanya kaya pengen bilang, yaAllah Nyun, secepat ini kah pertemanan kita? :’) Gak lebih seminggu lah, jujur sih kaget. Hitungannya emang gak cukup lama dekat dengan Nyun, tapi sepersedikit waktu itu, aku sadar kalau dia seperti hadiah dari Allah, entahlah, sampai sekarang rasanya tetap sama, kalau aja gak ada dia dalam bagian hidup ini rasanya tiada ledakan dalam hidupku, hahaha. Dalam waktu sepersedikit itu juga hadirnya Nyun memberi warna atas cerita paling pribadiku, yang memberi kabar, ejekan pun pandangan, hehe. Wajar kalau dia temennya banyak, orangnya baik sih, tapi suka gampang baper juga dia, elah πŸ˜€

Beberapa hari sebelum itu, kabar gembira dateng dari Helmy yang Alhamdulillah juga baru aja keterima jadi PEGAWAI PLN ! Gila. Gila. Aku gak paham sih, orang pada keren-keren gitu. Cek aja coba web-nya pribadi berprestasi ini kalo pengen tau tips lolos pegawai PLN, haha. Ini jadi kabar sedih juga cuy, teman dirjen paling setia, karena setelah kasmaran, Mr.Ciput entah dimana rimbanya ~

Sisanya, Satiti, Salomo dan Elika, yang pasti akan sibuk dengan TA waktu itu. Satu dua kali kita masih sering meet up. Beb Ian mah gak usah ditanya, selain emang punya pacar, hidup dia amat berwarna dengan karya-karya yang dia buat, lagian orangnya lincah, tenang ~

Itu musim hujan cuy, perjalanan kita diiringi dengan gerimis galau. Bayangin aja, sepanjang perjalanan lagu ini udah di puter hampir 3x, well, posisinya aku dipinggir pintu, lampu kota Surabaya remang-remang gitu, pemandangan di luar tertutup bulir-bulir air hujan yang menetes satu per satu di kaca jendela kaya air mata. Setelah Nyunski kasih kabar itu, aku udah gak mood banget, air mata udah di ujung tanduk, mau nangis gengsi juga, hahaha. Hari itu fix jadi hari yang amat sedih. Sedih serius, udah baru aja patah hati, dipatahin lagi, begitulah kira-kira. hahahaha.

Ku buka lembar instagram deh, aku unggah sesuatu malam itu.

(Helmy, Ian, Nyunski, Shatila, Elika, Satiti, lah Salomo dimana yha …..

Hampir dua tahun berlalu, Untuk Nyunski, Ian, Helmy, Ciput, Shatila, Satiti, Salomo, aku kangen nih ❀

 

 

#Playlist Thinkin’ Out Loud – Ed Sheeran